Toy Story salah satu waralaba rilisan Walt Disney yang mampu menjaga kualitas dengan konsisten. Toy Story selalu mendapat nilai A dari para pemerhati film dan menjadi nomine Oscar. Puncaknya saat Toy Story 3 yang dirilis sembilan tahun lalu membawa pulang dua Piala Oscar untuk Film Animasi Terbaik dan Tata Musik Terbaik.
Di tangga box office, Toy Story tak pernah melempem. Toy Story (1995) mengeruk laba 373 juta dolar AS atau sekitar 5,2 triliun rupiah.
Toy Story 2 lebih gila lagi, mendulang 497 juta dolar AS (7 triliun rupiah). Puncaknya, Toy Story 3 yang menembus 1,06 miliar dolar AS (15 triliun rupiah). Dengan pencapaian sebagus ini, wajar jika Walt Disney dan Pixar memproduksi Toy Story 4. Ini sekaligus penghormatan bagi pencipta tokoh Woody, Bud Luckey, yang berpulang Februari 2018 dan Don Rickles, (pengisi suara Mister Potato Head) yang meninggal dua tahun lalu.
Siap – Siap, Avengers : Endgame Bakal Dirilis Ulang Dengan Adegan Bonus
Toy Story 4 babak baru petualangan Woody dan kawan-kawan. Saat Andy (Jack McGraw) hendak kuliah, ia mewariskan koleksi mainannya kepada Bonnie (Madelaine McGraw). Ayah (Jay Hernandez) dan Ibu Bonnie (Lori Alan) berencana memasukkan putrinya ke taman kanak-kanak. Bonnie yang semula ketakutan terpaksa berangkat. Woody (Tom Hanks) menyusup ke tas Bonnie.
Di kelas, tak ada satu anak pun yang mau menyapanya. Bonnie tertekan dan hampir menangis. Woody berinisiatif meletakkan sebilah kayu, kawat warna, dan pensil warna di mejanya.
Saat itulah Bonnie berinisiatif membuat boneka dari sendok bekas bernama Forky (Tony Hale). Sejak itu Forky jadi kesayangan Bonnie. Woody yang sudah berminggu-minggu tak disentuh Bonnie sedih. Suatu hari, saat Bonnie sekeluarga pergi ke karnaval, Forky kabur.
Woody mati-matian mencarinya hingga harus menghadapi Gabby Gabby (Christina Hendricks). Gabby mengincar mesin suara Woody yang masih prima. Ia ingin menjadi boneka bersuara merdu agar bisa menarik perhatian gadis kecil bernama Harmony (Lila Sage Bromley).
Di luar dugaan, duo penulis skenario Andrew-Stephany mampu menghadirkan alasan kuat mengapa Toy Story 4 harus hadir. Di tangan Bonnie, gadis kecil yang belum bisa membedakan baik dan buruk, akankah Woody dan teman-temannya nyaman?
Fase transisi ini mengguncang kejiwaan sang karakter utama. Masa keemasannya bersama Andy terus membayang. Woody ingin mendapat cinta sebesar cinta Andy dulu. Gegar budaya membuat Woody melakukan apa saja atas nama kesetiaan.
Bagi mainan, menemani dan menciptakan masa kecil yang indah untuk manusia adalah tugas mulia. Maka Woody rela melakukan apapun. Ini bentuk kesetiaan atau ego berbasis kerinduan terhadap masa emas?
Gugatan berbentuk pertanyaan ini dilayangkan Bo Peep (Annie Potts) yang kemudian direnungkan oleh penonton. Dibandingkan dengan Toy Story 3, jilid keempat ini lebih mengaduk emosi.
Ada banyak momen haru yang membuat air mata menetes. Gelagat banyak momen haru sudah terasa pada 10 menit pertama ketika sekelompok mainan dinilai sudah tidak layak menghuni kamar. Toy Story menjadi kisah hangat salah satunya karena seluruh karakter tak ada yang baik maupun jahat. Gabby misalnya, mengincar mesin suara Woody dengan alasan khusus. Secara psikologis, ia kesepian, merasa cacat, dan ingin sekali saja menjadi manfaat.
Jilid ini bagi kami lebih mudah terkoneksi dengan penonton ketimbang Toy Story 3.
Toy Story 3 mengusung tema perpisahan remaja dengan mainan kesayangannya. Tak semua remaja lahir dari keluarga berduit dan mampu beli mainan. Saya misalnya, hanya terharu menonton Toy Story 3 namun tak merasa punya ikatan batin dengan itu.
Toy Story 4 bicara soal misi mainan yakni menciptakan kenangan masa kecil yang indah untuk manusia. Lebih dari itu, ia bicara kesetiaan, pengorbanan, ego, pilihan hidup dan konsekuensinya.
Dituturkan dengan alur linear, dilapisi lagu-lagu yang memberi penekanan pada adegan tertentu, plus karakter pendukung berselera humor gokil. Kita tak akan lupa pada kegilaan Ducky (Keegan-Michael Key) dan Bunny (Jordan Peele). Tanpa keluguan, fantasi berlebih, dan ide “cerdas” versi mereka, Toy Story 4 berpotensi garing. Semua karakter di film ini penting. Itu yang membuat kita dengan mudah mencintai dan mengingat banyak momen di Toy Story 4.
Pendek kata, Toy Story 4 merupakan potret sebuah karakter di era transisi. Siapa pun dari kita pasti pernah, sedang, atau akan melewatinya. Tak mudah, penuh risiko, mendebarkan, dan ada kalanya membuat kita takut lalu menangis. Film ini membingkai banyak ekspresi dan momen yang mendefinisikan transisi yang dimaksud. Sekitar 15 menit terakhir film ini membuat mata kami kembali berlinang. Ini jilid terbaik Toy Story setelah film perdananya dirilis pada 1995.