Ada banyak sekali diktonomi palsu, seperti otak kanan dan otak kiri. Namun ada satu mitos yang sampai saat ini masih sangat dipercaya adalah perbedaan tentang cowok alfa dan cowok beta.
Cowok alfa didefinisikan sebagai mereka yang berada pada tingkat puncak tingkatan status sosial. Mereka dianggap memiliki akses pada kekuatan, uang, dan pasangan yang diperoleh melalui kecakapan fisik, intimidasi, dan domnasi. Cowok alfa cenderung dianggap sebagai lelaki sejati. Sangat kontras dengan cowok beta yang lemah, submisif, dengan status sosial rendah dan hanya mendapat pasangan ketika para perempuan menurunkan ekspektasi mereka dan mencari “lelaki baik”.
Perbedaan ini diadaptasi berdasarkan pengamatan dari binatang – binatang sosial seperti simpanse dan serigala. Perbandingan ini memberikan sebuah gambaran yang hitam putih mengenai maskulinitas. Tidak hanya menyederhanakan dimensi yang beragam dari maskulinitas, pengklasifikasian ini juga merendahkan kapabilitas potensi pria, dan juga salah dalam menilai apa yang dianggap atraktif oleh perempuan.
Manusia terlalu kompleks, dan tidak akan mencukupi apabila diklasifikasikan hanya ke dalam dua kategori. Memberikan sebuah perspektif palsu mengenai realitas dan tentunya ini bukan hal yang baik jika hanya merujuk pada mitos ini. Keberagaman menjadi keseragaman dimana nilai – nilai keunikan pudar karena lelaki berlomba – lomba menuju kategori alfa.
Secara teoretis, ada dua jenis status sosial yang dibedakan dari cara mencapainya. Dominasi dan Prestis. Dominasi adalah cara untuk mencapai hirarki status sosial tertinggi melalui cara – cara intimidasi dan agresi. Orang yang menggunakan metode ini cenderung arogan dan merupakan narsistis, memiliki hubungan yang tidak stabil dengan siapapun dan sebagai akibatnya memiliki kesehatan mental yang rendah. Biasanya anti sosial dan memiliki hubungan dengan sekitarnya yang palsu alias manipulatif.
Berbeda dengan prestis, adalah cara mencapai status sosial dengan kerja keras, pencapaian prestasi, dan rasa percaya diri yang tidak berlebihan. Orang yang menggunakan cara ini biasanya memotivasi orang lain, bukannya mengintimidasi dan cenderung disenangi oleh banyak orang.
Teori mencapai status sosial lebih relevan dalam kehidupan sosial untuk mengklasifikasikan ketimbang teori cowok alfa dan cowok beta yang terlalu meninggikan satu kategori dan menyudutkan kategori lainnya, kemudian menggiring opini yang bias.