Film Indonesia tak dipungkiri selalu dibumbui keseksian. Ada yang sifatnya soft sampai hardcore yang mengundang cekalan. Apa saja?
Ya, 30 Maret selalu diperingati sebagai Hari Film Nasional. Jika dilongok sedikit sejarah perfilman anak negeri sudah menggeliat setelah republik ini resmi merdeka, sebut saja Darah dan Doa karya Usmar Ismail yang diproduksi pada 1950.
Nah, selang empat tahun kemudian ada sebuah film yang bisa dikatakan film yang kali pertamanya ada wanita bertelanjang dada. Ups …
Sejurus dengan itu, di tahun-tahun berikutnya seksisme kerap kali dimunculkan sebagai bumbu penyedap untuk menarik penonton untuk rela duduk di layar bioskop.
Harimau Tjampa (1954)
Film Harimau Tjampa dirilis pada 1954. Salah satu aktris utamanya setengah telanjang selama beberapa detik. Nurnaningsih, aktris itu lalu dikenal sebagai bintang erotika pertama di Indonesia.
Perdebatan sempat terjadi dan pada 1954, beredar foto tanpa busana Nurnaningsih. Nurnaningsih jadi sorotan lagi. Bahkan sampai diperiksa kepolisian Jakarta. Ada yang meyakini foto itu asli. Ada juga yang bilang hasil rekayasa.
Harimau Tjampa sendiri bukan film erotis melainkan film laga yang berbumbu erotisme.
Bernafas Dalam lumpur (1970)
Film Bernapas dalam Lumpur muncul pada 1970. Kemunculannya sempat mengundang kontroversi karena ada adegan seks, adegan pemerkosaan dan dialog kasar. Film yang diadaptasi dari novel karya Asbari Nurpatria dibintangi Rachmat Kartolo dan Suzanna.
Film ini meroketkan nama Suzanna sendiri. Aktris yang bernama lengkap Suzana Martha Frederika van Osch asal Magelang ini belakangan jadi spesialis pemeran hantu dalam banyak film horor. Hingga dirinya pun melegenda.
Setelah Bernapas dalam Lumpur, kemudian muncul film-film sejenis yang menonjolkan seks seperti Tiada Maaf Bagimu, Manager Hotel , Di Balik Pintu Dosa dan film-film lainnya
.
Lady Terminator / Pembalasan Ratu Laut Selatan (1988)
Film ini adalah film horor aksi baku tembak yang rilis pada 1988 yang disutradarai Tjut Djalil dan dibintangi Yurike Prastika dan Barbara Anne Constable.
Film ini tercatat sebagai sedikit dari film Indonesia yang diproduksi dengan kolaborasi dengan sineas-sineas dan aktor-aktris internasional.
Film ini didistribusikan secara internasional oleh Soraya Intercine Films.
Film ini dianggap sangat menghebohkan saat dirilis karena menonjolkan unsur eksploitasi kekerasan dan seks. Setelah banyak protes masyarakat, film ini ditarik dari peredaran oleh Badan Sensor Film (BSF).
Setelah disensor ulang pada 1994, panjang filmnya menjadi 80 menit.
berbagai sumber
